Pengantar Surat GALATIA

Surat Galatia ditulis Paulus setelah sidang raya gereja di Yerusalem (Kis. 15). Jemaat Galatia adalah jemaat yang kebanyakan anggotanya non-Yahudi. Paulus pertama kali mengunjungi mereka dalam perjalanan penginjilan, yang dicatat di Kis. 13-14 (berdasarkan teori Galatia Selatan, kota-kota seperti Antiokhia di Pisidia, Ikonium, Listra, dan Derbe ada di provinsi Galatia).

Latar belakang. Surat ini ditulis oleh Paulus karena sangat mengkhawatirkan iman jemaat Galatia yang sedang disesatkan oleh ajaran Yudaisme dari orang-orang Kristen Yahudi. Mereka mengajarkan bahwa orang non-Yahudi harus disunat dan mengikuti ajaran Taurat supaya diselamatkan. Ajaran ini meresahkan jemaat Galatia dan berpotensi menimbulkan perpecahan. Paulus segera merespons. Ia dengan keras menegur jemaat Galatia karena mereka begitu mudah berpaling dari Injil sejati yang ia telah beritakan kepada “injil palsu” tersebut. Paulus membela kebenaran Injil yang ia beritakan dari berbagai sisi.

Pertama, dari sisi kerasulannya. Paulus mengklaim sebagai rasul Allah bukan atas penetapan manusia, melainkan Allah sendiri. Allah telah menyatakan kebenaran Injil itu langsung kepada dirinya tanpa melalui rasul-rasul lainnya. Bahkan kemudian hari para rasul dan pemimpin gereja di Yerusalem mengakui kerasulannya tersebut. Kedua, dari sisi pengalaman iman jemaat Galatia. Mereka sudah mengalami Injil anugerah yang menyelamatkan di luar tuntutan mempraktikkan Taurat. Kalau sekarang mereka mengandalkan Taurat berarti menyangkal iman mereka sendiri. Ketiga, dari sisi mengajarkan Perjanjian Lama, yang menyaksikan bahwa Abraham dibenarkan bukan karena melaksanakan hukum Taurat, melainkan karena percaya. Selain itu, Paulus juga menegur orang-orang yang karena sudah dibenarkan oleh iman lalu hidup sembarangan seakan-akan mereka bebas berbuat dosa. Orang yang sudah dimerdekakan dari dosa, harus hidup dipimpin oleh Roh Kudus agar menghasilkan buah Roh.

Kontribusi teologis. Surat Galatia menjelaskan dengan tegas dan lugas bahwa keselamatan karena iman, bukan perbuatan. Orang yang sudah diselamatkan harus menghasilkan buah pertobatan di dalam hidupnya.